Adat Membeli Lelaki di Daerah Pariaman
Limbago Adaik
Departemen Akademik FORKOMMI-UGM
Oleh : Fadel Maulana
Perlu diketahui, Pariaman adalah satu dari
sedikit daerah di ranah Minangkabau yang mempertahankan adat ‘membeli lelaki’ dalam pernikahan.
Membeli dengan sejumlah uang ini kerap disebut ‘uang jemputan’ yang besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
Adat ini hanya dianut oleh daerah Pariaman,
sedang di daerah lain seperti Payakumbuh, Bukittinggi, dan Solok, tak menganut
adat ini. Uang jemputan ini bukanlah mahar macam pernikahan di India sana. Tapi
bea yang dikeluarkan pihak perempuan untuk membawa lelaki itu tinggal di
keluarga perempuan.
Sebelum menjelaskan tentang tradisi ini,
perlu diketahui bagaimana orang minang memandang adat. Pada prinsipnya orang
minang mengklasifikasikan adat menjadi empat macam yakni:
Adat Nan Sabana Adat
(adat sebenar adat)
Sederhananya, adat nan sabana adat itu
merupakan aturan pokok dan falsafah hidup orang minang yang berlaku turun
temurun tanpa dipengaruhi oleh tempat dan waktu, istilahnya ialah indak lakang
dek paneh, ndak lapuak dek ujan. Dalam hal ini saya mencontohkan seperti sistem
materlineal dan falsafah alam takambang jadi guru (Alam yang membentang
dijadikan guru) yang dipakai oleh orang minang.
Adat Nan Diadatkan (adat
yang diadatkan)
Kemudian adat nan diadatkan merupakan
peraturan setempat yang diputuskan secara musyawarah dan mufakat atau aturan
yang berlaku disuatu nagari (negeri/daerah) tertentu.
Misalnya tata cara atau syarat-syarat
pengangkatan penghulu dan tata cara perkimpoian. Sehingga adat perkimpoian
antara satu daerah dengan daerah lainnya di dalam Minangkabau berbeda-beda,
tata cara perkimpoian di Pariaman berbeda dengan tata cara perkimpoian di
dareah lainya seperti di limapuluh kota, agam dan daerah lainnya.
Adat Nan Taradat (adat
yang beradat)
Sedangkan adat nan taradat merupakan
kebiasaan seorang dalam kehidupan bermasyarakat, misalanya seperti tata cara
makan. Jika dahulu orang minang makan dengan tangan, maka sekarang orang minang
sudah menggunakan sendok untuk makan.
Adat Istiadat
Terakhir ialah adat istiadat yang
merupakan kelaziman dalam sebuah nagari atau daerah yang mengikuti situasi
masyarakat.
Untuk itu, tradisi bajapuik yang merupakan
sebagai transaksi perkimpoian itu termasuk kedalam kategori adat nan diadatkan.
Pada umumnya bajapuik (dijemput) merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang
minang dalam prosesi adat perkimpoian, karena dalam sistem matrilineal posisi
suami (urang sumando) merupakan
orang datang. Oleh karena itu, diwujudkan kedalam bentuk prosesi bajapuik dalam
pernikahan.
Namun, di Pariaman prosesi ini
diinterpretasikan kedalam bentuk tradisi bajapuik,
yang melibatkan barang-barang yang bernilai seperti uang. Sehingga kemudian
dikenal dengan uang japutan (uang jemput), agiah
jalang (uang atau emas yang diberikan oleh pihak laki-laki saat pasca
pernikahan) dan uang hilang (uang hilang).
Pengertian uang jemputan adalah Nilai
tertentu yang akan dikembalikan kemudian kepada keluarga pengantin wanita pada
saat setelah dilakukan acara pernikahan. Pihak Pengantin Pria akan mengembalikan
dalam bentuk pemberian berupa emas yang nilainya setara dengan nilai yang
diberikan oleh keluarga Pihak Pengantin Wanita sebelumnya kepada keluarga
Pengantin Pria. Biasanya pemberian ini dilakukan oleh keluarga pengantin pria
(marapulai) ketika pengantin wanita (Anak Daro) berkunjung atau Batandang ka
rumah Mintuo. Bahkan pemberian itu melebih nilai yang diterima oleh pihak
Marapulai sebelumnya karena ini menyangkut menyangkut gensi keluarga marapulai
itu sendiri.
Secara teori tradisi bajapuik ini mengandung
makna saling menghargai antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki. Ketika
laki-laki dihargai dalam bentuk uang japuik, maka sebaliknya pihak perempuan
dihargai dengan uang atau emas yang dilebihkan nilainya dari uang japuik atau
dinamakan dengan agiah jalang.
Kabarnya, dahulu kala, pihak laki-laki akan merasa malu kepada pihak perempuan
jika nilai agiah jalangnya lebih
rendah dari pada nilai uang japuik yang telah mereka terima, tapi sekarang yang
terjadi malah sebaliknya. Bahkan dalam perkembangnya muncul pula istilah yang
disebut dengan uang hilang.
Uang hilang ini merupakan pemberian dalam
bentuk uang atau barang oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki, yang
sepenuhnya milik laki-laki yang tidak dapat dikembalikan. Fakta dilapangan
mencatat bahwasanya perbedaan antara uang japuik dan uang hilang semakin samar,
sehingga masyarakat hanya mengenal uang hilang dalam tradisi bajapuik.
Sumber :
https://desuna.wordpress.com/2015/06/07/tradisi-uang-japuik-pada-pernikahan-di-tanah-padang-pariaman/
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=446914345395005&id=408884389198001
https://akimrandy.wordpress.com/2012/09/22/tradisi-bajapuik-di-pariaman/
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090126112848AAdwrID
Sumber :
https://desuna.wordpress.com/2015/06/07/tradisi-uang-japuik-pada-pernikahan-di-tanah-padang-pariaman/
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=446914345395005&id=408884389198001
https://akimrandy.wordpress.com/2012/09/22/tradisi-bajapuik-di-pariaman/
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090126112848AAdwrID
Komentar
Posting Komentar