MAKNA FILOSOFIS KALUAK PAKU KACANG BALIMBIANG
MAKNA
FILOSOFIS “KALUAK PAKU KACANG BALIMBIANG” DALAM ADAT MASYARAKAT MINANGKABAU
Limbago
Adaik
Departemen
Akademik FORKOMMI - UGM
Oleh
: Wahyu Alga Ramadhan/Filsafat 2016
Tambo sebagai salah satu sumber pengetahuan
budaya dan adat masyarakat Minangkabau meninggalkan berbagai kesulitan tersendiri
bagi para peneliti, karena didominasi lambang-lambang atau kiasan yang sulit
untuk dipahami dan menimbulkan multi-interpretasi bagi orang-orang yang
mempelajarinya satu sama lain. Selain itu, terdapat bagian-bagian dan cerita
dalam tambo yang patut dipertanyakan kevaliditasannya dari sudut pandang
sejarah.
Selain terbagi menjadi tiga wilayah utama
yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Kota. Sejak awal
berdirinya masyarakat suku Minangkabau juga telah terbagi menjadi dua suku
induk yaitu, kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago, yang masing-masingnya
dipimpin oleh dua orang kakak beradik yang berlainan ayah. Kelarasan Koto
Piliang sendiri dipimpim oleh Datuak Katumangungan, pola kepemimpinannya
dinilai sebagai tokoh feodal karena memang ia keturunan dari seorang raja, dan
Bodi Caniago dipimpin oleh Datuak Parpatiah nan Sabatang yang cenderung memiliki pemikiran yang demokratis dan
kerakyatan karena berasal dari keturunan cadiak
pandai (penasehat raja) (Toeah, 1985: 47).
Seperti yang telah diuraikan di atas,
masyarakat Kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago memiliki pemimpin adat yang
berbeda, di sisi lain dua suku induk masyarakat Minangkabau ini juga memiliki
perbedaan lain seperti bentuk rumah adat. Rumah adat masyarakat Minangkabau
disebut dengan Rumah Gadang atau Rumah Baanjuang. Antara kelarasan Koto Piliang
dan Bodi Caniago juga memiliki perbedaan Rumah Gadang meski tidak berbeda
secara keseluruhan. Perbedaan yang paling menonjol adalah pada bagian lantai.
Rumah Gadang Koto Piliang memiliki anjuang
atau anjungan pada lantai bagian kiri dan kanan. Sedangkan lantai Rumah Gadang
Bodi Caniago hanya merata dari ujung hingga pangkal. Walaupun memiliki
perbedaan secara visual namun tidak akan mengurangi nilai dan fungsi dari Rumah
Gadang, dan biasanya Rumah Gadang juga memiliki ukiran pada bagian dinding
luarnya.
Dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau
dikenal tiga macam jenis ukiran yang terinspirasi dari alam dan perbedaannya
didasarkan pada inspirasi dan motif dari ukiran tersebut. Pertama ukiran yang
terinspirasi oleh nama benda yang ditemui dalam keseharian masyarakat
Minangkabau, seperti Ampiang Taserak
dan Limpapeh. Kedua, ukiran yang terinspirasi dari nama
hewan seperti Itiak Pulang Patang, Ruso
balari dalam Ransang dan Tupai
Managun. Ketiga adalah ukiran yang terinspirasi dari tumbuh-tumbuhan
seperti Aka Duo Gagang, Aka Barayun, dan Kaluak Paku Kacang Balimbiang.
Masing-masing di antara jenis dan bentuk
ukiran ini memiliki corak dan makna tersendiri. Jika dikaji secara mendalam
motif ukiran Kaluak Paku Kacang
Balimbiang tidak hanya sekedar simbolisasi namun juga memiliki nilai
keindahan atau estetika. Nilai keindahan pada motif ukiran Kaluak Paku Kacang Balimbiang seharusnya menjadi nilai kebanggan
tersendiri bagi mayarakat suku Minangkabau. Sebab dibalik bentuk dan motif
ukiran Kaluak Paku Kacang Balimbiang tidak
hanya mengandung nilai kebudayaan semata namun juga dapat dinikmati aspek keindahannya
(estetika).
Tumbuhan paku atau pakis sudah menjadi makanan
sehari-hari bagi orang Minangkabau, kaluak paku atau relung pakis adalah bagian
dari tanaman pakis yang masih muda yang bagian ujungnya melingkar padat.
Motif kaluak
paku dilandasi kata-kata adat berikut:
Kaluak paku
kacang balimbiang Relung
pakis kacang belimbing
tampuruang
lenggang-lenggangkan tempurung
lenggang-lenggangkan
baok manurun
ka Saruso bawa
menurun ke Saruaso
tanam sirieh
jo ureknyo tanam
sirih serta uratnya
Anak
dipangku kamanakan dibimbiang Anak
dipangku kemanakan dibimbing
urang
kampuang dipatenggangkan orang
kampung dipertenggangkan
tenggang nagari jan binaso tenggang
negeri jangan binasa
tenggang
sarato jo adatnyo tenggang
serta adatnya
Kata-kata adat diatas berarti kaluak paku melambangkan
tanggung jawab seorang laki-laki Minang yang memiliki 2 fungsi, sebagai ayah
dari anak-anaknya dan sebagai mamak dari kemanakannya. Ia harus membimbing dan
mendidik anak dan kemenakannya sehingga menjadi orang yang berguna dan
bertanggung jawab terhadap keluarga kaum dan nagari.
Anak adalah anak kandung. Dipangku adalah diurus dengan prioritas
utama. Kamanakan adalah anak dari
adik atau kakak perempuan. Dibimbiang diurus dengan prioritas kedua.Tanggung
jawab yang diembannya bukan hanya sebatas anak dan istrinya namun lebih dari
itu termasuk adik dan kakak perempuannya yang tentu sudah dengan notabene sang
ipar atau sumondo beserta anak-anaknya (akan lebih khusus lagi bila
anak-anaknya tersebut adalah semua perempuan).
Sumber :
Sumber
Gambar :
TV ONLINE
BalasHapusHai! Makasih udah nulis tentang artikel ini. Aku seneng banget bacanya.
BalasHapusUntuk mengobati kerinduanmu berwisata di masa pandemi, DigiTiket akan bawa kamu menelusuri tempat-tempat menarik penuh cerita lewat wisata virtual indonesia virtual tour indonesia https://digitiket.com.
virtual tour indonesia
virtual tour indonesia
wisata virtual indonesia
virtual tour negeri diatas awan
Jasa Buat website semarang
Jasa Buat website
Enak banget itunya dipegang
BalasHapusOpss 🙎🙎🙎🙎🙎🙎
Hapus