Balai Saruang dan Balai Nan Panjang
Limbago
Adaik
Departemen Akademik
FORKOMMI - UGM
Oleh : Aria Wiria Atmaja
Terbentuknya Balai Saruang dan Balai Nan Panjang berdasarkan kepemimpinan Datuak Katumangguangan dan Datuak Parpatih Nan Sabatang. Kedua datuak ini menyusun undang-undang adatnya yang terkenal dengan prinsip yang berbeda tetapi dapat berjalan bergandengan dan tidak saling bertabrakan. Dasar peraturan Datuak Katumagguangan berupa “Bapucuak bulek titiak dari ateh dengan tata caranya Batanggo turun” (Berpucuk bulat titik dari atas dengan tata caranya Bertangga turun). Dasar peraturan Datuak Parpatih Nan Sabatang berupa “Baurek tunggang mambasuik dari bumi dengan tata caranya Bajanjang naiak” (Berurat tunggang membesut dari bumi dengan tata caranya berjenjang naik).
Sumber photo : www.google.com
Balai
Saruang artinya balai yang hanya terdiri dari satu ruang yang dibangun di
Pariangan, yaitu desa tertua di Minangkabau. Balai Saruang merupakan balai
balai tertua di Minangkabau, yang dibuat seperti Rumah Gadang dengan atap bergonjong
dan lantai ditinggikan dari tanah. Setelah beberapa lama kemudian penduduk
Minangkabau makin lama makin bertambah, oleh karena itu “niniak mamak” membangun
lagi balai yang besar dan disebut Balai Nan Panjang.
Balai
Nan Panjang artinya balai yang panjang terdiri dari 17 ruangan dan terletak di
daerah Tabek. Balai Nan Panjang berebentuk seperti Rumah Gadang dengan tiang
sangat banyak. Balai Nan Panjang dikenal dengan nama Balai Ruang Sari. Balai
Nan Panjang digunakan oleh aliran Bodi Caniago saja, sedangkan Balai Saruang
digunakan oleh kedua aliran, yaitu aliran Bodi Caniago dan aliran Koto Piliang.
Kegunaan
Balai Saruang dan Balai Nan Panjang adalah sebagai tempat membuat
undang-undang, di balai pemuka adat dan pemuka masyarakat melakukan musyawarah
untuk menetapkan ketentuan adat. Tempat memutuskan perkara adat sehingga balai
berfungsi sebagai lembaga peradilan adat bagi masyarakat Minangkabau dalam
suatu nagari. Lambang budaya Minangkabau, bentuk balai menyerupai bentuk
bangunan yang khas Rumah Gadang Minangkabau dan menjadi ciri serta lambang
budaya Minangkabau.
Balai
Saruang dan Balai Nan Panjang memiliki perbedaan meskipun kegunaannya sama.
Balai saruang merupakan balai yang terdiri dari satu ruang yang merupakan balai
pertama didirikan dan dipergunakan oleh kedua aliran Bodi Caniago dan Koto
Piliang. Balai Nan Panjang terdiri dari 17 ruang yang merupakan balai kedua
didirikan dan dipergunakan oleh aliran Bodi Caniago saja.
Balai
aliran Koto Piliang (Balai Saruang) memiliki lantai yang berbeda dengan balai
aliran Bodi Caniago (Balai Nan Panjang). Balai aliran Koto Piliang lantainya
bertingkat ujung ke ujung, putus di tengah-tengah yang dinamakan “labuah
gajah”. Lantai ini
mencerminkan kepemimpinan Datuak Katumangguangan dengan penghulu lain tidak
setingkat. Kedudukan penghulu yang lebih tinggi tingkatannya duduk di atas
anjungan, sedangkan penghulu yang lebih rendah tingkatannya duduk menempati
lantai yang di tengah-tengah. Aturan aliran Koto Piliang dikenal dengan “titiak
dari ateh” (titik dari atas), artinya keputusan terletak di tangan
penghulu pucuk.
Balai
aliran Bodi Caniago memiliki lantai datar yang menunjukkan penghulunya tidak
bertingkat-tingkat. Penghulunya “duduak samo randah tagak samo tinggi” (duduk
sama rendah berdiri sama tinggi). Aliran Bodi Caniago berlaku aturan “mambasuik
dari bumi” (membesut dari bumi) yang artinya keputusan itu timbul dari
bawah. Bodi Caniago berarti “budi nan baharago” (budi yang
berharga) sehingga setiap keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk
mencari kata mufakat.
Balai
Saruang digunakan untuk merundingkan masalah semasak-masaknya yang dihadiri
oleh orang yang benar-benar dipandang sangat penting. Setelah segala sesuatunya
diperhitungkan di Balai Saruang maka hasil keputusan itu kemudian dibawa ke
Balai Nan Panjang yang merupakan tempat untuk rapat umum berkumpulnya seluruh
unsur masyarakat. Segala sesuatu yang telah diputuskan di Balai Saruang akan
disahkan oleh rapat umum di Balai Nan Panjang.
Referensi
:
Armaini, Ermaleli, dan Muzzamil. 2014. Budaya Alam
Minangkabau. Bumi Aksara. Jakarta.
Azrial Yulfian. 1994. Budaya Alam Minangkabau. Angakasa
Raya. Padang.
Ngk bisa singkat aja ya
BalasHapusGaktau!
HapusLu bodoh ya
HapusHai! Makasih udah nulis tentang artikel ini. Aku seneng banget bacanya.
BalasHapusUntuk mengobati kerinduanmu berwisata di masa pandemi, DigiTiket akan bawa kamu menelusuri tempat-tempat menarik penuh cerita lewat wisata virtual indonesia virtual tour indonesia https://digitiket.com.
virtual tour indonesia
virtual tour indonesia
wisata virtual indonesia
virtual tour negeri diatas awan
Jasa Buat website semarang
Jasa Buat website
Makasih artikelnya sangat penting
BalasHapusMakasih artikelnya sangat penting
BalasHapusArtikel nya bagus sekalu
BalasHapus