Penghulu Suku

Limbago Adaik
DEPARTEMEN AKADEMIK FORKOMMI-UGM
Oleh : Farhan Murazak

            Bagi masyarakat Minang dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat yang mana berlandaskan kepada petuah “Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah disimpulkan lagi dengan Kalimat “Syara’ mangato Adaik mamakai” yang artinya Islam mengajarkan, memerintahkan,menganjurkan sedangkan Adat melaksanakannya, dalam arti yang sesungguhnya bahwa Islam dijadikan sebagai landasan utama dalam tata pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari dan serta jelas adat Minang dilaksanakan menurut ajaran Islam dengan landasan dan acuan dari Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam yang intinya bahwa “Adat Minangkabau Itu Adalah Agama Islam”. Itulah sebuah petuah minangkabau yang sering kita dengar yang mana petuah diatas sebagai pengantar ke pembahasan utama.

            Penghulu (dalam bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minangkabau mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan adat Minang itu sendiri, Ninik mamak adalah merupakan satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Pangulu dalam suatu kanagarian di Minangkabau yang terdiri dari beberapa Datuk-datuk kepala suku atau pangulu suku atau kaum yang mana mereka berhimpun dalam satu kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN). Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah yang disebut ninik mamak, “Niniak mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”


(source : www.google.com)


Penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minangkabau diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan jalan tatanan adat yang dibuat, “Elok nagari dek Pangulu sumarak nagari dek nan mudo”. Pangulu berasal dari kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat awal keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minangkabau artinya yang memegang tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas pelindung terhadap anak kemenakan serta tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai didalam suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang kama mutuih”.

Kedudukan penting dalam setiap keturunan yang mana mamak ia bertanggungjawab kepada kemenakannya, seorang mamak dianggap ikut membantu bertanggungjawab dalam memelihara kemenakannya dan menyediakan kebutuhan anak kemenakannya. Mamak dalam kedudukan berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, seorang mamak dalam suatu suku tertentu disebut sebagai “Penghulu suku” yang diberi gelar kehormatan datuak “ Datuak gelarnya, Panghulu Jabatannya dan Ninik mamak lembaganya dalam nagari”

Ia juga berada pada puncak hierarki adat mewakili sukunya. Selaku demikian maka ia diserahi tanggungjawab untuk melaksanakan prinsip-prinsip adat yang mempengaruhi sukunya dan mengatur hubungan antara sukunya dengan suku lain, sukunya dengan nagari secara keseluruhan, sukunya dengan lingkungan lebih luas. Ia mewakili saran-saran dari anggota sukunya dalam pemerintahan nagari, yang paling penting dalam hal ini adalah pembagian lahan-lahan yang belum digarap(tanah ulayat), tugas-tugas pengawasan hutan dan beberapa jenis pemilikan komunal lainnya.

Kedudukan penghulu sebagai mana halnya dengan mamak pada umumnya berasal dari anggota keluarga terpilih dari saudara laki-laki dari ibu. Adat minangkabau sebenarnya bukanlah matriarkat (keturunan bapak), tetapi garis keturunan matrilinial (keibuan) yang menentukan kedudukan laki-laki. Menurut tradisi adat, seorang penghulu harus terpilih dari figur yang dianggap paling bijaksana, paling mampu, dan seorang laki-laki yang paling jernih pemandangannya di antara anggota keluarga keturunannya, tidak hanya itu adapun kelebihan tertentu yang dimilikinya seperti pintar bicara, benar, sabar, adil, berpengalaman dalam soal adat istiadat, berwibawa, dan merupakan keluarga yang baik-baik. Namun dalam kenyatannya seorang penghulu diperkuat dengan kelebihan kekayaan keluarganya dan pengaruh pribadi sebagai hal yang menentukan dalam persaingan dalam lingkungan internal keturunannya (intra-lineage).

Jabatan kepenghuluan seringkali dipergilirkan di antara kelompok keluarga tertentu. Kadang-kadang menurut tradisi yang berlaku, tetapi yang lebih sering terjadi adalah bahwa pergantian penghulu mencerminkan perubahan-perubahan dalam hubunga kekuasaan diantara keluarga tersebut, ketika merosotnya wibawa keluarga penghulu yang lama menyebabkan kehilangan jabatan penghulu sehingga digantikan oleh saingannya dari keluarga lainnya yang dalam keturunan suku yang sama dengan kriteria-kriteria baru yang lebih kuat.

Ketika terjadi pergantian penghulu maka gelar dari penghulu akan diperebutkan oleh yang akan menggantikannya, untuk merebut gelar dari seorang penghulu yang sedang menyandang gelarnya suatu keluarga yang akan memperebutkannya biasanya memerlukan dukungan kuat dari keluarga lain dalam lingkungan nagari umumnya. Kelompok keluarga suku yang lain harus merasa yakin, bahwa kehadiran kelompok keluarga baru yang menggantikan posisi yang lebih baik untuk menjalankan otoritas kekuasaan atau kepemimpinannya dari pada sebelumnya. 

Dukungan semacam ini dan secara khusus dalam keadaan ketika keluarga penghulu nyata nyata tidak dapat menunjukan kemampuan sebagaimana yang dimiliki oleh calon penggantinya, maka keluarga penghulu yang sedang memegang jabatan itu dapat desak untuk melepaskan gelarnya atau harus rela berkompromi dan memecah ke dalam dua kelompok kepemimpinan dengan penghulu yang masing masingnya berdiri sendiri.


Sumber :

https://dinarfirst.org/kepemimpinan-dalam-masyarakat-minangkabau/
E. Graves, Elizabeth. Asal-usul Elite minangkabau. Yayasan obor indonesia. Jakarta,2007.
Batua dan tanameh, Hukum adat, hal. 17-19.
Nofian, S.H. dosen fakultas hukum, Universitas andalas, wawancara, padang, 14 Julis 1967.
Marsden, william. De History of Sumatra. London : J. McCreery, 1811.

Komentar

Postingan Populer