Filosofi Tigo Tungku Sajarangan dalam Kepemimpinan di Minangkabau
Limbago Adaik
DEPARTEMEN AKADEMIK FORKOMMI-UGM
Oleh : Khairul Hasbi
Minangkabau merupakan salah satu suku di Indonesia yang
memiliki banyak keunikan. Salah satunya dalam model kepemimpinan. Filosofi
“Tigo Tungku Sajarangan” merupakan model kepemimpinan yang diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat di Minangkabau. Tigo tungku sajarangan yang berarti
tiga tungku sejerangan menjadi pilar dimana terdapatnya tiga pihak yang saling
berkolaborasi dalam memimpin masyarakat. Pihak ini adalah 1). Ninik mamak, 2). Alim
ulama dan 3). Cadiak pandai.
Filosofi tigo tungku sajarangan merupakan filosofi yang
dekat dengan kehidupan masyarakat minangkabau. Filosofi ini berangkat dari
kehidupan tradisional masyarakat minangkabau yang memasak menggunakan tiga
tungku yang terbuat dari kayu atau besi. Tungku dalam arti sebenarnya adalah tempat
menjerangkan wajan, periuk, dan kuali guna menghasilkan masakan. Tungku selalu
tiga, tidak ada tungku yang dua. Gunanya tungku itu tiga, supaya yang dijerangkan di atasnya dapat diposisikan dengan baik, tidak miring dan tidak tertumpah.
Jadi kepemimpinan tigo tungku sajarangan merupakan simbol kukuhnya kepemimpinan masyarakat di Minangkabau. Masyarakat itu diibaratkan bejana yang akan dijerangkan di atas tungku, dan tungku yang tiga itu diibaratkan Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai. Masyarakat tidak akan sesat, kacau dan rusak jika tungku yang tiga itu masih tetap bekerja sama dan saling berkolaborasi, ibarat tiga tungku yang mampu menopang bejana hingga menghasilkan makanan.
Selain itu di antara tiga tungku terdapat kayu bakar yang saling bersilangan yang memiliki makna bahwa dalam masyarakat minangkabau terjadi perbedaan pendapat, namun hal itu dapat diselesaikan lewat proses demokrasi yang dipimpin oleh Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai (kabaranah.com,2016).
Jadi kepemimpinan tigo tungku sajarangan merupakan simbol kukuhnya kepemimpinan masyarakat di Minangkabau. Masyarakat itu diibaratkan bejana yang akan dijerangkan di atas tungku, dan tungku yang tiga itu diibaratkan Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai. Masyarakat tidak akan sesat, kacau dan rusak jika tungku yang tiga itu masih tetap bekerja sama dan saling berkolaborasi, ibarat tiga tungku yang mampu menopang bejana hingga menghasilkan makanan.
Selain itu di antara tiga tungku terdapat kayu bakar yang saling bersilangan yang memiliki makna bahwa dalam masyarakat minangkabau terjadi perbedaan pendapat, namun hal itu dapat diselesaikan lewat proses demokrasi yang dipimpin oleh Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai (kabaranah.com,2016).
Filosofi kepimimpinan ini juga sangat
selaras dengan falsafah hidup masyarakat minangkabau yaitu “adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Antara adat dan agama (syarak)
tidak ada pertentangan. Syarak memberikan hukum atau syariat, kemudian adat
melaksanakannya. Seperti ungkapan “syarak mangato, adat mamakai” (syarat
berkata, adat memakai). Dari dua konsep itu (adat dan syarak), dibutuhkan dua
unsur pimpinan, yaitu penghulu (niniak mamak) dan alim ulama. Kemudian sebagai unsur
ketiga dibutuhkan cadiak pandai untuk
membuat aturan formal berupa undang-undang.
Dengan demikian dalam kehidupan
masyarakat minangkabau terdapat tiga pilar utama yaitu adat, agama, dan undang-undang.
Unsur kepemimpinan Tigo Tungku Sajarangan
1. Ninik Mamak
Ninik mamak atau yang juga dikenal dengan penghulu
merupakan orang yang memiliki peranan penting dalam masyarakat. Ninik mamak sebagai
pemegang sako datuk (datuak) secara turun temurun menurut garis keturunan ibu
dalam sistem matrilineal bertugas memelihara, menjaga, mengawasi, mengurusi dan
menjalankan seluk beluk adat. Seorang ninik mamak dituntut untuk memiliki
kepedulian tinggi bagi masyarakat serta memiliki empat sifat yaitu siddiq
(jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan Fathonah
(cerdas) (Gani, 2002).
2. Alim Ulama
Alim Ulama merupakan pihak yang penting dalam kehidupan
bermasyarakat di Minangkabau. Hal ini karna masyarakat minangkabau dalam
kehidupan sehari-hari menjadikan syarak (agama) sebagai pedoman hidup sesuai
filosofi Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Ulama berfungsi
sebagai Pembina Iman dan akhlak anak nagari, serta mampu menjadi penenang bagi
setiap kerusuhan yang terdapat di masyarakat nagari. Dalam sistem pemerintahan
nagari, ulama perlu diberikan posisi tawar yang kuat, terutama sekali dalam
mengontrol akhlak penyelenggara pemerintahan nagari.
3. Cadiak Pandai
Istilah Cadiak Pandai dalam minangkabau didefenisikan
sebagai seseorang yang memiliki kecerdasan otak dan mampu mengatasi
permasalahan (amir, 2001). Cadiak Pandai juga dianggap sebagai seseorang yang
punya pengetahuan luas dalam seluk beluk kehidupan demi tercapainya tujuan yang
sempurna lahir dan batin (Hakimy, 1997). Keberadaan Cadiak Pandai dalam tatanan
formal menjabat sebagi pelaksana pemerintahan dalam ruang lingkup Sumatera
Barat. Berbagai posisi dalam pemerintahan biasanya di isi oleh Cadiak Pandai.
Tidak hanya dituntut cakap dalam bidang tertentu, Cadiak Pandai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat minangkabau juga biasanya cakap dalam hal adat dan agama. Dalam proses kepemimpinannya, Cadiak Pandai harus bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan mencari pemecahan masalah dari berbagai persoalan yang timbul di masyarakat. Sebagai pemimpin dalam struktur pemerintahan di Sumatera Barat, kalangan Cadiak Pandai harus bisa menjadi jembatan bagi masyarakatnya dengan dunia luar. Jalinan komunikasi yang efektif dengan lingkungan yang berasal dari luar daerahnya ikut menentukan kemajuan daerah yang dipimpinnya (Gani, 2002).
Tidak hanya dituntut cakap dalam bidang tertentu, Cadiak Pandai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat minangkabau juga biasanya cakap dalam hal adat dan agama. Dalam proses kepemimpinannya, Cadiak Pandai harus bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan mencari pemecahan masalah dari berbagai persoalan yang timbul di masyarakat. Sebagai pemimpin dalam struktur pemerintahan di Sumatera Barat, kalangan Cadiak Pandai harus bisa menjadi jembatan bagi masyarakatnya dengan dunia luar. Jalinan komunikasi yang efektif dengan lingkungan yang berasal dari luar daerahnya ikut menentukan kemajuan daerah yang dipimpinnya (Gani, 2002).
Sumber :
Amir MS.2001.Adat
Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Gani Rita, 2002, Tungku Tigo Sajarangan: Analisis Model
Komunikasi Kelompok dalam Interaksi Pemimpin pemerintahan di Sumatera Barat
(tesis), Bandung
Hakimy, Idrus Dt Rajo Penghulu. 1997. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam
Minangka-bau. Bandung: Penerbit Remaja Rosda Karya.
http://www.kabaranah.com/2014/11/kepemimpinan-tungku-tigo-sajarangan.html
Komentar
Posting Komentar