Limbago Adaik "Bundo Kanduang"


= Perempuan Minangkabau =

oleh. Chicy Srinita K


Bundo kanduang
Limpapeh rumah nan gadang
Umbun puro pagangan kunci
Pusek jalo kumpalan tali
Sumarak di dalam kampuang
Hiasan dalam nagari Ka pai tampek batanyo
Ka pulang tampek babarito
Kok hiduik tampek banasa
Kok mati tampek baniaik
Kaunduang-unduang kamadinah
Kapayuang panji sarugo

   Pepatah diatas menjelaskan bagaimana seorang perempuan di Minangkabau. Kedudukan perempuan di Minangkabau dalam gambaran idealnya adalah sosok yang bertanggung jawab,dan anggun.Dia lah yg bertanggung jawab dalam keluarga karena ia adalah tiang penyangga rumah tangga(limpapeh). Anggun tutur kata dan perbuatannya sehingga keberadaannya dikatakan bagaikan hiasan dalam suatu nagari. Keistimewaan yang diberikan kepada perempuan adalah hal yang wajar, karena di Minangkabau menganut sistem matrilineal, suatu sistem yang memperhitungkan garis keturunan ibu. Keberadaan suku dan kaum tergantung pada eksistensi peran perempuan dalam menjaga kaumnya.

   Kedudukan perempuan yang menjamin keberadaan suku atau kaum menyebabkan perempuan disimbolkan sebagai limpapeh rumah nan gadang. Karena keberadaan perempuan sebagai penjamin keberadaan suku (kaum), perempuan berkuasa atas harta benda kaumnya yang dinamakan sebagai umbun puro pagangan kunci (bendahara pegangan kunci) bagi rumah gadang, yang akan memelihara harta benda itu dengan sebaik-baiknya demi jaminan hidup anak-anak serta kaumnya. Pusek jalo kumpulan tali, merupakan simbol yang menerangkan bagaimana peran perempuan Minangkabau di dalam rumah tangganya. Sebagai pusat tempat berhimpunnya segala bentuk polemik yang dihadapi kaumnya, baik ditataran keluarga inti ataupun keluarga sepersukuan diserahkan kepadanya.  

   Ka pai tampek batanyo, ‘jika pergi tempat bertanya’ ka pulang tampek babarito (jika pulang tempat berbagi cerita), maksudnya perempuan dijadikan mitra musyawarah. Mandeh kanduang adalah tempat berhimpunnya segala persoalan keluarga, sebelum sebuah permasalahan sampai ditataran musyawarah kaum, terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan bundo kanduang. Citra ideal perempuan yang digambarkan dalam peribahasa Minagkabau di atas, menjelaskan bahwa perempuan di Minangkabau seharusnya diperlakukan sesuai dengan tuntutan adat tersebut. 
   
   Dari penjelasan pepatah diatas bisa dilihat bahwa citra perempuan Minangkabau sebagai orang tegas dan lembut, sopan santun, teguh pendirian, arif dan bijaksana. Perlakuan yang dituntut terhadap perempuan Minangkabau adalah sebagai orang yang dihormati dan dihargai, orang yang dijaga dan dilindungi serta orang yang diteladani.

    Korelasi pepatah diatas dengan kehidupan zaman sekarang terutama pada kaum perempuan sedikit banyak telah mengalami fase dan bahkan sudah ditahap perubahan, hal itu dikarenakan adanya proses modernisasi yang berasal dari dunia barat, yang kerap disebut dengan westernisasi, contoh kecil dapat dilihat dengan banyak nya perempuan minang yang tidak lagi mementingkan kultur asli daerah minangkabau seperti dari segi gaya berpakaian, cara berbahasa dan lain sebagainya, sama-sama kita ketahui berdasarkan pepatah diatas bahwa perempuan minang adalah perempuan yang anggun, sopan, lembah lembut dan bertata krama baik, akan tetapi pada zaman sekarang ini banyak perempuan minang yang tidak lagi mementingkan hal itu dan bahkan adanya stigma bahwa perempuan yang masih berpakaian sesuai dengan kultur berpakaian perempuan minangkabau zaman dahulu adalah perempuan yang ketinggalan zaman atau norak. Hal ini tentu menjadi problema di budaya minangkabau sendiri, disatu sisi harus mempertahankan budaya asli, akan tetapi disatu sisi justru dituntut oleh perkembangan zaman. Diluar konteks perubahan yang terjadi pada perempuan minangkabau pada zaman globalisasi saat ini, tidak semua apa yang berubah adalah hal     negatif akan tetapi juga memiliki sesuatu yang positif untuk bisa berdaya saing dengan dunia luar, masalahnya, bagaimana perempuan minangkabau bisa melestarikan budaya tersebut tanpa harus diikat oleh sesuatu yang bersifat komplek dan absolut. 

   Untuk itu kita sebagai perempuan Minangkabau hendaknya bisa memahami dan menjadikan pedoman sehingga kita bisa menjadi sosok teladan di dalam keluarga dan bagi masyarakat.


Departemen Akademik
FORKOMMI-UGM
Kabinet Rumah Gadang
#AkademikTagok
#ForkommiJaya


Komentar

Postingan Populer